FUNGSI SERIKAT PEKERJA DALAM
PENINGKATAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Serikat
Pekerja atau Serikat Buruh merupakan bentuk pelaksanaan dari hak seseorang
untuk berserikat dan berkumpul. Adanya serikat Pekerja / Buruh sangat penting
bagi kelangsungan hubungan industrial. Serikat Pekerja diharapkan dapat
melaksanakan fungsinya secara maksimal dalam rangka meningkatkan hubungan
industrial di tingkat perusahaan.
Setiap
manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk
mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja, secara mandiri atau bekerja
kepada orang lain.
Pekerja
atau buruh adalah seseorang yang bekerja kepada orang lain dengan mendapatkan
upah. Sedangkan tenaga kerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 UU no. 13
tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilan
barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Jumlah tenaga kerja yang tersedia di Indonesia tidak seimbang dengan jumlah
lapangan kerja yang tersedia. Terlebih lagi dari sebagian besar tenaga kerja
yang tersedia adalah yang berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama
sekali. Mereka kebanyakan adalah unskillabour, sehingga posisi tawar
mereka adalah rendah.
Keadaan
ini menimbulkan adanya kecenderungan majikan untuk berbuat sewenang- wenang
kepada pekerja / buruhnya.
Buruh
dipandang sebagai obyek. Buruh dianggap sebagai faktor ekstern yang
berkedudukan sama dengan pelanggan pemasok atau pelanggan pembeli yang
berfungsi menunjang kelangsungan perusahaan dan bukan faktor intern sebagai
bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutip yang menjadikan
perusahaan
Majikan
dapat dengan leluasa untuk menekan pekerja / buruhnya untuk bekerja secara
maksimal, terkadang melebihi kemampuan kerjanya. Misalnya majikan dapat
menetapkan upah hanya maksimal sebanyak upah minimum propinsi yang ada, tanpa
melihat masa kerja dari pekerja itu. Seringkali pekerja dengan masa kerja yang
lama upahnya hanya selisih sedikit lebih besar dari upah pekerja yang masa
kerjanya kurang dari satu tahun. Majikan enggan untuk meningkatkan atau
menaikkan upah pekerja meskipun terjadi peningkatan hasil produksi dengan dalih
bahwa takut diprotes oleh perusahaan – perusahaan lain yang sejenis.
Posisi
pekerja yang lemah dapat diantisipasi dengan dibentuknya serikat pekerja /
serikat buruh yang ada di perusahaan . Diharapkan dengan adanya serikat pekerja
di perusahaan dapat mewakili dan menyalurkan aspirasi pekerja, sehingga dapat
dilakukan upaya peningkatan kesejahteraan pekerja. Dengan kata lain serikat
pekerja / buruh diharapkan dapat sebagai wadah pekerja dalam memperjuangkan
haknya.
Secara
sosiologis kedudukan buruh adalah tidak bebas. Sebagai orang yang tidak
mempunyai bekal hidup lain daripada itu, ia terpaksa bekerja pada orang lain.
Dan majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja .
Mengingat kedudukan pekerja yang lebih rendah daripada majikan maka perlu
adanya campur tangan pemerintah untuk memberikan perlindungan hukumnya.
Perlindungan hukum menurut Philipus
Selalu
berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian
yakni kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan
kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang
diperintah), terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan
kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi
silemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi
pekerja terhadap pengusaha.
Perlindungan
hukum bagi buruh sangat diperlukan mengingat kedudukannya
yang lemah. Disebutkan oleh
Zainal Asikin, yaitu :
Perlindungan
hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan perundang-undangan
dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak
seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak
karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi diukur
secara sosiologis dan filosofis .
Bruggink
membagi keberlakuan hukum menjadi tiga, yaitu keberlakuan faktual, keberlakuan
normatif dan keberlakuan evaluatif / material.
Keberlakuan
faktual yaitu kaidah dipatuhi oleh para warga masyarakat/ efektif kaidah
diterapkan dan ditegakkan oleh pejabat hukum; keberlakuan normative yaitu
kaidah cocok dalam system hukum herarkis,; keberlakuan evaluatif yaitu secara
empiris kaidah tampak diterima, secara filosofis kaidah memenuhi sifat
mewajibkan karena isinya.
Kedudukan
buruh yang lemah ini membutuhkan suatu wadah supaya menjadi kuat. Wadah itu
adalah adanya pelaksanaan hak berserikat di dalam suatu serikat pekerja atau
serikat buruh. Tujuan dibentuknya serikat pekerja/ buruh adalah menyeimbangkan
posisi buruh dengan majikan. Melalui keterwakilan buruh di dalam serikat buruh
maka diharapkan aspirasi buruh dapat sampai kepada majikan. Selain itu melalui
wadah serikat pekerja / buruh ini diharapkan akan terwujud peran serta buruh
dalam proses produksi. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan.
Keberadaan
serikat pekerja saat ini lebih terjamin dengan diundangkannya Undang-Undang No.
21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja / serikat buruh (Lembaran Negara Tahun
2000 No. 131, Tambahan Lembaran Negara No. 3898). Sebelum adanya UU No. 21
Tahun 2000, kedudukan serikat pekerja secara umum dianggap hanyalah sebagai
kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang menereskan aspirasi
anggotanya. Hal ini karena pada masa Orde Baru serikat pekerja atau serikat
buruh hanya diperbolehkan satu yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI).
Pada masa Orde Baru itu pulalah muncul suatu serikat buruh tandingan SPSI yaitu
serikat buruh seluruh Indonesia (SBSI) di bawah Mochtar Pokpohan. Karena tidak
dikehendaki oleh pemerintah Soeharto, akhirnya ia ditahan dan bebas setelah era
reformasi.
Pada
masa reformasi setelah adanya UU NO. 21 Thaun 2000 dimungkinkan dibentuk
serikat buruh/ pekerja lebih dari satu. Hal ini menyebabkan keberadaan serikat
pekerja/serikat buruh banyak didirikan di satu perusahaan. Sayangnya karena
ketidak siapan buruh melaksanakan hak berserikat dimanfaatkan oleh oknum
tertentu untuk mengeruk keuntungan bagi kepentingannya sendiri dengan menjual
bangsa. Dikatakan demikian karena berdasarkan UU No. 21 Tahun 2000
diperbolehkan serikat pekerja / buruh itu menerima sumbangan dana dari negara
lain. Sering pula keberadaan serikat pekerja/ buruh yang lebih dari satu
jumlahnya di satu perusahaan justru memicu terjadinya perselisihan perburuhan
yang dapat berakibat mogok kerja yang seharusnya justru bertentangan dengan
tujuan disahkannya UU No. 21 tahun 2000 tersebut.
Dari
uraian di atas maka muncul permasalahan bagaimana fungsi serikat pekerja atau
buruh dalam rangka meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan. Hal
ini memerlukan suatu kebijaksanaan pemerintah, untukl menjabarkan ketentuan
yang ada di dalam UU no. 21 Tahun 2000 dalam peraturan pelaksanaannya. Sampai
saat ini belum ada peraturan pelaksana dari UU No. 21 Tahun 2000 sehingga untuk
mengatasi kekosongan hukum diperlukan banyak penafsiran hukum diantaranya
penafsiran mengenai fungsi serikat pekerja.
KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERKUMPUL BAGI BURUH
Alinea
ketiga dari Pembukaan UUD 1945 yaitu negara melindungi segenap bangsa dan
negara Indonesia. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 27 UUD 1945
yaitu setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan.
Setiap warga negara berhak atas penghasilan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Buruh adalah bagian dari bangsa Indonesia, sehingga berhak pula
untuk dilindungi dan mendapatkan penghidupan yang layak.
Salah
satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah bagi buruh adalah
adanya jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah
serikat buruh / pekerja. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta
menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dari
suatu negara hukum demokratis yang berkedaulatan rakyat. Hak-hak yang dimiliki
manusia berdasrkan martabatnya sebagai manusia dan bukan karena
pemberianmasyarakat atau negara disebut hak asasi manusia7.
Hak asasi manusia dalam negara hukum tidak dapat dipisahkan dari ketertiban dan
keadilan. Pengakuan atas negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi
manusia, berarti hak dan sekaligus kemerdekaan atau kebebasan perorangan
diakui, dihormati dan dijunjung tinggi8. Pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat
dikatakan sebagai tujuan dari negara hukum.9
Kebebasan
berserikat dan berkumpul termuat dalam konvensi ILO tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak berorganisasi ,1948 (No. 87) telah diratifikasi
dan dituangkan dalam Keputusan Presiden RI No. 83 Tahun 1998, dan Konvensi ILO
tentang hak berorganisasi dan berunding bersama, 1949 (No. 98) telah
diratifikasi dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1956. Konvensi No. 87 dimaksudkan
secara keseluruhan untuk melindungi kebebasan berserikat terhadap kemungkinan
campur tangan pemerintah. Konvensi No. 98 ditujukan untuk mendorong
pengembangan penuh mekanisme perundingan kolektif sukarela.
Perjuangan
untuk mendirikan serikat buruh / pekerja yang mandiri untuk memperjuangkan hak
buruh sebenarnya telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak abad
19 dan berlansung hingga sekarang. Pada tahun 1979 lahir Nederland Indische
Onderwys Genootschap (NIOG) atau serikat pekerja guru Hindia Belanda.
Selanjutnya disusul lahirnya beberapa serikat pekerja seperti Pos bond,
Cultuur Bond, Zuiker Bond, Spoor Bond.10
Keberadaan
serikat buruh atau pekerja pada masa Orde Baru belum memenuhi prinsip dasar
serikat buruh. Prinsip dasar serikat buruh ada tiga yaitu kesatuan, mandiri dan
demokratis.
Prinsip
kesatuan yaitu adanya solidaritas dikalangan buruh bahwa mereka merupakan satu
bagian tak terpisahkan dalam organisasi Prinsip kemandirian maksudnya
organisasi buruh harus bebas dari dominasi kekuatan dari luar buruh, baik itu
pemerintah, majikan, partai politik, organisasi agama atau tokoh-tokoh
individual. Prinsip demokratis artinya mendapat dukungan dan partisipasi penuh
para anggotanya.11
Tiga
prinsip dasar serikat buruh itu belum dapat dilaksanakan dengan penuh pada masa
Orde Baru karena serikat buruh yang diakui saat itu hanya ada satu yaitu
serikat buruh seluruh Indonesia (SPSI).
Upaya
pemerintah selanjutnya untuk memberikan jaminan kebebasan berserikat dan berkumpul
bagi buruh dituangkan dalam Undang- Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja / Buruh (Lembaran Negara tahun 2000 No.131. Tambahan
Lembaran Negara No. 3989).
FUNGSI
SERIKAT PEKERJA DALAM PENINGKATAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Hubungan
industrial antara majikan dn buruh atau dengan pemerintah terjadi di tingkat
perusahaan atau di tingkat industri. Di negara demokratis, kebebasan berserikat
dijamin, kepentingan buruh diwakili oleh serikat buruh. Hubungan industrial ini
bersifat universal artinya di semua negara, meskipun dengan derajat kemajuan
yang berbeda.
Hubungan
industrial yang aman, harmonis dan dinamis diperlukan untuk menjamin ketenangan
kerja dan kelangsungan usaha yang produktif. Inti hubungan industrial itu
adalah perundingan bersama antara majikan dan serikat buruh untuk mencapai
kesepakatan kerja bersama yang kemudian harus dilkasanakan dan dipatuhi oleh
semua pihak. Hubungan industrial demikian ini memerlukan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh unsur-unsur atau sarana- sarananya, termasuk persyaratan akan
kerjasama bipartid, tripartid, perlindungan dan kesejahteraan buruh serta
penyelesaian perselisihan industrial.
Hubungan
industrial diartikan sebagai suatu system hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja
dan pemerintah.12 Pengertian itu memuat semua aspek hubungan
kerja yang terdiri dari :
- para pelaku : pekerja, pengusaha,
pemerintah;
- kerjasama
: manajemen-karyawan;
- perundingan bersama : perjanjiankerja,
kesepakatan kerja bersama. Peraturan perusahaan;
- kesejahteraan: upah, jaminan social,
pensiun, keselamatan dan kesehatan kerja, koperasi, pelatihan kerja;
- perselisihan industrial : arbitrase,
mediasi, mogok kerja, penutupan perusahaan, pemutusan hubungan kerja13
Hubungan
industrial di Indonesia dikenal dengan nama hubungan industrial Pancasila yaitu
suatu hubungan industrial yang mendasarkan pada nilai-nilai kelima sila dari
Pancasila. Sejak masa reformasi istilah itu tampaknya kurang dipakai di
masyarakat, mengingat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang
menjadi salah satu pilar dari HIP telah dicabut. Dengan dicabutnya salah satu
pilar HIP, maka HIP kemudian disebut sebagai hubungan industrial saja tanpa
disertai Pancasila.
Fungsi
serikat buruh dituangkan dalam UU No. 21 Tahun 2000. Fungsi
berasal dari kata function, artinya something that performs a function : or
operation.14. Fungsi dapat pula diartikan sebagai jabatan
(pekerjaan) yang dilakukan : jika ketua tidak ada maka wakil ketua melakukan
fungsi ketua ; fungsi adalah kegunaan suatu hal; berfungsi artinya
berkedudukan, bertugas sebagai ; menjalankan tugasnya.15
Fungsi serikat buruh / pekerja dengan demikian dapat diartikan sebagai
jabatan, kegunaan, kedudukan dari serikat buruh/ pekerja.
Berdasarkan ketentuan
pasal 4 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, yaitu :
- Serikat pekerja/ serikat buruh, federasi and
konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh bertujuan memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja/ buruh dan keluarganya.
- Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) serikat pekerja/ serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/ serikat buruh mempunyai fungsi :
- sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian
kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
- sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga
kerja sama di bidang ketenagakerjaan seseuai dengan tingkatannya;
- sebagai sarana menciptakan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengabn
peraturan perundang-undangan;
- sebagai sarana penyalur aspirasi dalam
memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
- sebagai perencana, pelaksana dan penanggung
jawab pemogokan pekerja/ buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
- sebagai wakil pekerja/ buruh dalam
memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
Subyek
hukum dalam hubungan industrial pada dasarnya yang terpenting adalah buruh dan
majikan. Disamping itu mengingat hubungan industrial itu terjadi di dalam
masyarakat maka subyek hukum hubungan industrial mendapat perluasan meliputi
juga masyarakat dan pemerintah. Serikat pekerja/ buruh adalah wakil buruh dalam
perusahaan. Sebagai wakil buruh yang sah maka ia mempunyai kedudukan sebagi
subyek hukum dalam hubungan industrial yang mandiri. Pemerintah mempunyai andil
pula sebagai subyek hukum dalam hubungan industrial dalam arti perwujudannya
dalam tiga fungsi pokok pemerintah yaitu mengatur, membina dan mengawasi.
Masyarakat menjadi subyek hukum hubungan industrial sebagai akibat perluasan
karena bagaimanapun juga hubungan industrial itu akan berdampak bagi masyarakat
sekitar lokasi hubungan industrial itu berlangsung atau masyarakat dalam arti
skala nasional. Dampak itu dapat positif atau negatif. Mempunyai dampak positif
apabila hubungan industrial itu berjalan dengan baik dan tercapai tujuannya.
Sebaliknya akan berdampak negatih apabila hubungan industrial itu gagal
mencapai tujuannya.
Tujuan
dari hubungan industrial pada dasarnya terkait dengan subyek hukum dalam
hubungan industrial yaitu meningkatkan produktifitas, meningkatkan
kesejahteraan, meningkatkan stabilitas nasional yang mantap. Meningkatkan
produktifitas adalah tujuan utama dari majikan dalam hal ia mendirikan suatu
usaha. Produktifitas yang meningkatkan akan menghasilkan keuntungan. Adanya
keuntungan dari hasil proses produksi diharapkan dapat dikembalikan kepada
buruh guna meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahtaraan merupakan
tujuan utama semua buruh. Buruh bekerja tujuannya mendapatkan penghasilan guina
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila terjadi peningkatan kesejahteraan maka
secara otomatis pengsilan buruhpun mengalami peningkatan, sehingga akan
tercipta ketenangan bekerja. Suasana yang tenang dalam proses produksi karena
telah terjadi peningkatan produktifitas dan peningkatan kesejahteraan maka akan
mengakibatkan dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya. Adanya ketenangan usaha memperkecil terjadinya
perselisihan perburuhan. Sisi lainnya akan menimbulkan stabilitas nasional yang
baik, yang selalu diharapkan oleh pemerintah bagi suksesnya pembangunan
ekonomi.
KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERKUMPUL DALAM PRAKTIK HUBUNGAN INDUSTRIAL
Kenyataan
yang ada dalam proses berlangsungnya suatu hubungan industrial tidak seperti
yang diharapkan. Majikan sering menempatkan buruh pada posisi yang rendah,
sebagai faktor ekstern yang kurang diperhatikan. Untuk itulah diperlukan
adanya suatu wadah bagi buruh sebagi upaya mensejajarkan posisi buruh majikan
dalam proses hubungan industrial dalam suatu serikat buruh / serikat pekerja.
Dalam
praktik, masih adanya keengganan menerima keberadaan serikat pekerja di
lingkungan perusahaan sebagai mitra sejajar dan masih banyaknya pengusaha yang
berpendirian “Saya yang berkuasa di rumah saya” (Herr im Haus)
seperti sikap raja-raja perusahaan baja pada awal lahirnya perjanjian
perburuhan (KKB) di Jerman walaupun didesak dengan ketentuan-ketentuan yang
disertai sanksi pidana.16
Keberadaan
serikat buruh / pekerja dengan adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 ternyata
masih banyak menimbulkan masalah. Pada masa Orde Baru masalah yang timbul pada
serikat buruh atau serikat pekerja pada umumnya pada ketidak mandirian serikat
buruh/ pekerja. Serikat buruh pada masa itu hanya ada satu yaitu SPSI dianggap
oleh banyak kalangan sebagai corong atau boneka majikan. Seringkali SPSI tidak
menyuarakan aspirasi atau kehendak buruh dan ironisnya hanya menyuarakan
aspirasi majikan. Pengurus SPSI kebanyakan telah ditentukan oleh majikan yang
merupakan orang-orang yang lebih mendekatkan dirinya pada majikan (mereka yang
pro-majikan). Pemilihan pengurus SPSI seringkali direkayasa untuk menempatkan
orang-orang yang lebih berpihak kepada majikan.
Keberadaan
serikat buruh/ pekerja setelah masa reformasi dengan telah disahkannnya
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 ternyata juga masih menimbulkan banyak
permasalahan. Permasalahan bukan terletak pada wadah tunggal serikat buruh /
pekerja dalam SPSI tetapi pada kemajemukan serikat buruh/ serikat pekerja yang
telah ada. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 membuka peluang untuk didirikannya
serikat buruh/ pekerja lebih dari satu dalam satu perusahaan. Adanya serikat
buruh / pekerja yang lebih dari satu dalam satu perusahaan dikatakan merupakan
perwujudan dari sikap demokratis buruh. Sayangnya pada umumnya buruh masih
belum mempunyai kematangan demokrasi. Demokrasi sering disalah-artikan dengan
pemogokan , penganiayaan dan pengrusakan. Adanya ketentuan bahwa serikat buruh
/ pekerja dapat menerima dana dari luar negeri ternyata disalah gunakan oleh
orang-orang tertentu untuk mengambil keuntungan sepihak. Dengan dalih upaya
memperjuangkan kesejahteraan buruh, buruh dihasut untuk melakukan pemogokan. Selama
berjalannya masa pemogokan ternyata situasi itu diabadikan oleh orang tertentu
yang menjadi pengurus serikat buruh atau serikat pekerja untuk mencari dana
dari luar negeri. Hal ini sangat disayangkan karena tindakan itu dapat
dikatakan telah menjual negara untuk kepentingan pribadi.
Banyaknya
serikat buruh / pekerja dalam satu perusahaan juga menimbulkan masalah dalam
rangka pembuatan perjanjian kerja bersama karena belum ada peraturan
pelaksanaannya. Hal ini memicu serikat buruh yang mempunyai anggota minoritas
untuk menghasut atau bahkan mengancam buruh yang bukan anggotanya untuk
melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengarah pada perselisihan perburuhan.
Hal ini memerlukan suatu interpretasi bagi upaya kekosongan hukum sebelum
adanya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2000.
FUNGSI SERIKAT PEKERJA
- sebagai pihak dalam pembuatan PKB dan
penyelesaian perselisihan perburuhan
Fungsi
pertama dari serikat pekerja adalah sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian
kerja bersama atau PKB. Istilah perjanjian kerja bersama (PKB) ada setelah
diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, dimaksudkan untuk menggantikan
kedudukan kesepakatan kerja bersama (KKB). Pembuat undang-undang menganggap
penertian dari PKB sama dengan KKB. PKB merupakan terjemahan dari Collective
Labour Agreement (CLA). Sentanoe Kertonegoro, menganggap KKB tidak sama
dengan PKB, yaitu :
Perjanjian Kerja Bersama adalah
:
- Dasar dari individualisme dan liberalisme (
free fight liberalisme ) berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha
adalah dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda dalam perusahaan
- Mereka bebas melakukan perundingan dan
membuat perjanjian tanpa campur tangan pihak lain;
- Dibuat melalui perundingan yang bersifat
tawar-menawar (bargaining) masing-masing pihak akan berusaha memperkuat
kekuatan tawar-menawar, bahkan dengan menggunakan senjata mogok dan
penutupan perusahaan;
- Hasilnya adalah perjanjian yang merupakan
keseimbangan dari kekuatan tawar menawar
Kesepakatan Kerja Bersama
- Dasar adalah hubungan industrial Pancasila
berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha terdapat hubungan yang
bersifat kekeluargaan dan gotong royong;
- Mereka bebas melakukan perundingan dan
memeuat perjanjian asal saja, tetapi memeperhatikan kepentingan yang lebih
luas yaitu masyarakat, bangsa dan negara;
- Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat,
tidak melalui kekuatan tawar menawar tetapi yang diperlukan sifat yang
keterbukaan, kejujuran dan pemahaman terhadap kepentingan semua pihak.
Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan kerjasama dan tanggung
jawab bersama;
- Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang
merupakan titik optimal yang bisa dicapai menurut kondisi yang ada, dengan
memperhatikan kepentingan semua pihak.17
Apabila
dicermati pendapat Sentanoe mengenai perbedaan antara PKB dengan KKB, tampak
ada peluang yang dapat dipergunakan oleh majikan dalam hal memanfaatkan suatu
keadaan dari pengertian KKB untuk menekan buruh dalam hal memperjuangkan
haknya. Pada pengertian KKB, lebih ditekankan semua pihak tidak hanya mementingkan
kepentingannya tetapi harus memperhatikan juga kepentingan bangsa dan negara.
Sebagai contoh pemerintah telah menetapkan upah minimum propinsi/ kota .
Ketentuan UMP itu seolah-olah dijadikan dasar bagi majikan sebagai untuk
memberikan upah kepada buruhnya selama-lamanya tanpa melihat lama kerja buruh,
prestasi atau keuntungan yang diperoleh perusahaan. Memang ada peningkatan upah
berdasarkan lamanya masa kerja atau prestasi tetapi apabila dibandingkan dengan
perolehan keuntungan majikan sangat jauh. Ada dalih dari majikan untuk tidak
memberikan kenaikan upah bagi buruhnya diatas ketentuan UMP, yaitu perusahaan
bisa saja memberikan kenaikan upah berdasarkan presentasi keuntungan yang
diperoleh perusahaan, tetapi hal ini tidak dilakukan karemna nati akan diprotes
oleh perusahaan yang sejenis yang dapat mengakibatkan mogok kerja pada
perusahaan lainnya sehingga mengganggu stabilitas nasional. Ironis memang
antara besarnya upah buruh pabrik rokok dengan kekayaan yang dimiliki oleh
majikan pemilik pabrik rokok itu. Sementara pemilik dapat keliling dunia,
memiliki koleksi mobil mewah sementara buruh pabrik rokok hanya dapat bersyukur
apabila dapat mengangsur rumah sangat sederhana melalui KPR-BTN.
Dari
uraian itu maka sepatutnyalah kita beralih paradigma dari KKB ke PKB yang lebih
memberikan posisi madiri bagi serikat buruh untuk berperan aktif dalam
pembuatan PKB.
Sebagi
pihak dalam pembuatan PKB saat ini ternyata menimbulkan problema. Setelah
adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, dimungkinkan terbentuk lebih dari satu
serikat pekerja/ buruh di satu perusahaan. Hal ini belum pernah terjadi
sebelumnya. Pada masa itu karena serikat pekerja / buruh hanya diakui satu di
seluruh Indonesia yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) maka hanya
SPSI unit kerja PT X saja yang berhak sebagai pihak dalam pembuatan KKB apabila
memenuhi ketentuan jumlah anggotanya adalah minimal 50 % dari jumlah pekerja
yang ada di perusahaan itu. Hal ini diatur dalam pasal 130 ayat (2) UU
No. 13 Tahun 2003.
Berdasarkan
ketentuan pasal 2 Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat dan
perlindungan hak berorganisasi yaitu pengusaha dan pekerja mempunyai hak untuk
membentuk,dan tunduk hanya pada peraturan organisasi yang bersangkutan,
bergabung dengan organisasi pilihannya sendiri. Adanya monopoli serikat pekerja
pada saat itu dalam wadah SPSI menurut Sentanoe
Hanya
dapat dibuat dalam hubungannya dengan perwakilan (representative) untuk maksud
perundingan kolektif, konsultasi oleh pemerintar, atau penunjukan wakil-wakil
pada organisasi internasional. Tetapi tidak boleh digunakan untuk mencegah
berfungsinya organisasi minoritas. Organisasi-organisasi minoritas
setidak-tidaknya harus memiliki hak untuk melakukan perwakilan atas nama para
anggotanya dan mewakili anggota dalam hal keluhan-keluhan individual.18
Setelah
diundangkannya UU No. 21 Tahun 2000 maka ketentuan yang menyatakan bahwa hanya
serikat pekerja yang didukung oleh 50 % dari jumlah pekerja yang ada memerlukan
penafsiran hukum karena apabila ketentuan itu dipaksakan maka serikat
pekerja yang tidak didukung oleh 50 % jumlah buruh yang ada tidak akan dapat
berkedudukan sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Serikat Buruh tersebut harus
berupaya untuk mencari dukungan untuk memperbanyak jumlah anggota, supaya dapat
mecapai angka 50 %. Kesulitan lain akan timbul apabila ternyata di suatu
perusahaan terdapat lebih dari satu serikat buruh sementara dari serikat
buruh yang telah ada itu belum mencapai dukungan oleh 50 % jumlah buruh yang
ada.
Penafsiran
hukum itu diantaranya adalah meniadakan ketentuan banyaknya presentasi dukungan
terhadap serikat buruh itu dari jumlah buruh yang ada. Semua serikat pekerja/
buruh yang telah ada di perusahaan itu mempunyai kedudukan yang sama dan berhak
sebagi pihak dalam pembuatan PKB tanpa memperhatikan presentasi dukungan dari
jumlah buruh yang ada. Adapun jumlah anggota dari satu serikat buruh yang akan
ikut berunding dalam pembentukan PKB ditentukan berdasarkan presentasi. Misalnya di suatu perusahaan terdapat lima serikat buruh yaitu :
- Serikat Buruh A didukung oleh 30 % dari
jumlah buruh yang ada,
- Serikat Buruh B didukung oleh 20 % dari
jumlah buruh yang ada,
- Serikat Buruh C didukung oleh 10 % dari
jumlah buruh yang ada,
- Serikat Buruh D didukung oleh 30 % dari
jumlah buruh yang ada,
- Serikat Buruh E didukung oleh 10 % dari
jumlah buruh yang ada
Semua
serikat buruh yang yaitu ABCD dan E mempunyai kedudukan yang sama dalam hal
sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Hanya saja wakil serikat buruh yang telah
ada itu untuk dapat sebagai pihak yang akan melakukan perundingan ditentukan
berdasarkan presentasi perolehan dukungan. Hal ini disebut dalam pasal 130 ayat
(2) UU No. 13 Tahun 2003 dengan menugaskan seluruh serikat pekerja / buruh yang
ada di perusahaan itu untuk membentuk tim perunding secara proporsional.
Misalnya
untuk 5 % dukungan dari buruh yang ada maka dapat diwakili oleh satu orang.
Maka serikat Buruh A berhak menempatkan 4 orang wakilnya, Serikat Buruh B
berhak menempatkan 4 orang wakilnya, Serikat Buruh C berhak menempatkan 2
orang wakilnya, Serikat buruh D berhak menempatkan 6 orang wakilnya dan Serikat
Buruh E berhak menempatkan 2 orang wakilnya. Dengan demikian maka serikat Buruh
yang mayoritas maupun yang minoritas sama-sama dapat menyalurkan aspirasinya
dan dapat turut berperan aktif dalam pembuatan PKB.
Selanjutnya
fungsi serikat pekerja yang lainnya adalah sebagai pihak dalam penyelesaian
perselisihan industrial. Perselisihan hubungan industrial berdasarkan
ketentuan pasal 1 angka 22 UU No. 13 Tahun 2003 yaitu : perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja / buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan
kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Dari
ketentuan itu dapat diketahui bahwa perselisihan pindustrial dapat terjadi
antara subyek hukum yaitu :
a.Pengusaha dan pekerja
b.Pengusaha atau gabungan
pengusaha dan serikat pekerja atau gabungan
serikat pekerja
Selain itu perselisihan
perburuhan itu obyeknya dapat meliputi :
- pelaksanaan syarat-syarat kerja di
perusahaan,
- pelaksanaan norma kerja di perusahaan,
- hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja,
dan
- kondisi
kerja di perusahaan19
- sebagai wakil dalam lembaga kerja sama
Fungsi
serikat pekerja yang kedua adalah sebagai wakil dalam lembaga kerja sama. Hal
ini diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan pasal 4 ayat (2) huruf b yaitu :
yang dimaksud dengan lembaga
kerja sama di bidang ketenagakerjaan, misalnya lembaga kerja sama bipartid,
lembaga kerjasama tripartid dan lembaga-lembaga lain yang bersifat tripartid
seperti Dewan Pelatihan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan Kerja, atau Dewan
Penelitian pengupahan.
- sebagai sarana menciptakan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan
Berdasarkan
ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf c bahwa serikat pekerja/ serikat buruh
merupakan sarana dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada
fungsi yangkedua ini serikat pekerja / buruh diharapkan dapt menempatkan diri
sebagai mitra usaha yang baik yang memperhatikan dua kepentingan yang berbeda
untuk disatukan. Tetap memperjuangkan aspirasi pekerja dengan tanpa mengabaikan
kepentingan pengusaha. Serikat pekerja harus bijaksana dan adil dalam melakukan
pilihan kepentingan pekerja yang akan diperjuangkan denganmemperhatikan kondisi
pengusaha.
(d)sebagai
sarana penyalur aspirasi
Fungsi
keempat adalah sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya. Fungsi ini di dalam penjelasan pasal demi pasalnya
dikatakan cukup jelas. Padahal ketentuan ini masih membutuhkan
penafsiran. Perlu adanya batasan mengenai hak dan kepentingan yang
bagaimana yang perlu diperjuangkan, jangansampai hak pekerja yang yang kurang
penting sangat diperjuangkan dengan mengabaikan kepentingan bersama yang jauh lebih
besar. Kenyataan yang ada banyaknya serikat pekerja / buruh yang ada di
perusahaan memicuterjadinya pertentangan antar serikat pekerja dengan dalih
memperjuangkan hak anggota yang kurang prinsip untuk menarik simpati pekerja
menjadi anggotanya. Misal diperusahaan X di wilayah Sidoarjo yang memiliki
empat serikat pekerja, satu mayoritas tiga lainnya adalah tidak lebih dari 20 %
jumlah pekerja yang ada, saling berlomba memperjuangkan kenaikan tunjangan
transport dengan selisih hanya ratusan rupiah. SP –A memperjuangkan kenaikan
transport Rp 50; SP- B memperjuangkan kenaikan Rp 75 dan SP- C memperjuangkan
kenaikan transport Rp 100. Mereka bertiga mampu mengancam anggota dari SP-D
yang mayoritas untuk wajib berpartisipasi negatif dalam turut mogok kerja.
(e)
sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan buruh.
Fungsi
kelima yaitu sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi
ini saling berkaitan satu sama lain. Pemogokan sangat merugikan pihak pihak
dalam hubungan industrial. Pemogokan total atau sebagian berakibat penurunan
atau bahkan penghentian produktivitas. Serikat pekerja / buruh yang bijaksana
akan berpikir jauh tentang rencana dilaksakannya pemogokan. Hasil dari
pemogokan selalu dapat dihitung dengan mudah oleh pengusaha. Misalnya dalam
satu hari kerja yang terdapat 8 jam kerja akan mengalami kerugian sebesar
x rupiah. Kerugian itu dihitung dari perkiraan rata-rata hasilproduksi apabila
dilakukan oleh sekian jumlah pekerja dlam waktu sekian jam. Ada baiknya
pengurus serikat pekerja juga dibekali pengetahuan tentang managemen produksi,
supaya tidak dengan mudah memutuskan ayo kita mogok kerja.
(f)
sebagai wakil dalam memperjuangkan kepemilikan saham
Fungsi
terakhir dari serikat pekerja / buruh adalah sebagai wakil pekerja / buruh
dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan. Fungsi ini merupakan
upaya serikat pekerja dalam menyatukan dua kutup kepentingan pengusaha –
pekerja yang berbeda. Kepentingan utama pengusaha adalah meningkatkan
produktivitas dengan menghasilkan keuntungan yang besar. Di lain pihak
kepentingan utama pekerja adalah mendapatkan penghasilan yang meningkat dalam
bentuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan.
Pekerja
adalah mitra usaha pengusaha. Keduanya saling membutuhkan tanpa salah satupihak
tidak tercipta hubungan industrial. Tidak dapat dipungkiri hasil keringat
pekerja banyak pengusaha mencapai sukses bahkan tidak jarang yang berhasil memperluas
usahanya. Alangkah baiknya apabila hasil keringat pekerja mendapat perhatian
yang besar dari pengusaha dengan diikutkannya pekerja dalam pengelolaan
perusahaan.
Peran
serta pekerja dalam pengelolaan perusahaan (co-determination) adalah cara
mewujudkan demokrasi di perusahaan melalui struktur perusahaan yang bersifat
monistis yaitu di mana perencanaan dan pelaksanaan dilakukan dalam satu
organisasi atau melalui perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah organisasinya
20. Upaya ikut memiliki saham dapat dilakukan dengan
co-determination ini. Sebagai ilustrasi pekerja yang berprestasi akan
memperoleh imbalan penghargaan yang berupa bonus, insentif. Bonus atau insentif
itu dapat dikumpulkan dengan tidak diambil oleh pekerja yang selanjutnya digunakan
untuk pembelian saham perusahaan yang dijual terbuka. Dengan ikut
memiliki sahammaka pekerja akan lebih merasa menjadi bagian dari usaha itu.
Tentunya akan berdampak positif bagi peningkatan kinerjanya.
Selain
itu untuk upaya meningkatkan kesejahteraan dapat pula dilakukan sitem
kotak saran seperti yang dilakukan di Jepang. Setiap pekerja diberi kesempatan
untuk mengajukan usul perbaikan system kerja yang bertujuan pada efisiensi
danpeningkatanproduktivitas kepada tim khusus yang dibentuk pengusaha.
Apabila usul itu setelah diteliti, diuji coba ternyata terbukti
menghasilkan efisiensi atau peningkatan produktifitas maka pekerja pengusul
akan memperoleh imbalan yang relatif besar.
Kedua
system ini hanya dapat dilakukan pada perusahaan yang menerapkan asas
keterbukaan. Rasanya untuk kondisi Indonesia masih jauh dari harapan, meskipun
Indonesia adalah negara yang berkeTuhanan. Tidak ada salahnya apabila
kita sitir ajaran Islam tentang hak pekerja atas sebagian keuntungan
pengusaha.Isalam memandang bekerja adalahibadah. Bekerja adalah hak
setiap manusia dewasa sebagai upaya menjaga derajat kemanusiaan dan memenuhi
kebutuhan hidup.Negara dan masyarakat harus menjamin hak setiap manusia untuk
bekerja dan tidak membedakan hak tersebut antara satu dengan yang lain.21
Penerapan codetermination atau kotak saran adalah sangat sejalan dengan Firman
Allah SWT dalam QS An Nahl ayat 71 yaitu : Dan Allah melebihkan sebagian kamu
dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan
(rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka
miliki agar mereka sama merasakan rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari
rahmat Allah. Akhirnya perlu kita renungkan kembali akan hadist Rasullallah SAW
yaitu Berikanlah upah seorang buruh sebelum kering keringatnya dan
beritahukanlah upahnya sewaktu dia bekerja.
DAFTAR
RUJUKAN
Asikin,
Zaenal, 2002, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta
JJ. H
Bruggink alih bahasa Arif Sidarta,Refleksi tentang hukum,1996, Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Departemen
P & K, Kamus besar bahasa Indonesia,1989, Balai Pustaka,
Jakarta.
Frans
Magins Suseno, Etika, Politik, prinsip-prinsip moral dasar modern, 1999,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
ILO,
1998, Kebebasan Berserikat dan Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi dan
Hak untuk Berunding Bersama, Jakarta
International Union of Food and
allied worker’s associations, Buku pegangan untuk serikat buruh.
Mansur
Effendi, 1994 Hak asasi manusia, dimensi, dinamika dalam hokum nasional dan
internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Philipus
M Hadjon, 1994, Perlindungan hukum dalam negara hukumPancasila , makalah
disampaikan pada symposium tentang politik, hak asasi dan pembangunan hokum
dalam rangka Dies Natalis XL/ Lungsrum VIII, Universitas Airlangga 3 November
1994.
-------,
1987, Perlindungan hokum bagi rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya.
Rajagukguk,
HP, 2000, Peran serta pekerja dalam pengelolaan perusahaan
(co-determination),makalah.
Sentanoe
Kertonegoro, 1999, Gerakan Serikat Pekerja, (Trade Unionism), studi kasus
Indonesia dan negara-negara industri, Yayasan tenaga kerjaIndonesia, Jakarta.
-------,
Hubungan industrial, hubungan antara pengusaha danpekerja (bipartid) dan
pemerintah (tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
-------.
Kebebasan berserikat ( freedom od association), 1999, YTKI,
Jakarta.
Iman
Soepomo,1992, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta
Al Qur’an
Undang-Undang, No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (LN. Tahun 2003, No. 39, TLN, No. 4279).
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial. (LN Tahun 2004 No. 6,
TLN No. 4356).
